Senin, 13 Februari 2012

"PERTALIAN KELUARGA RAJA-RAJA JAWA KULON DENGAN KERATON PAKUNGWATI"


TUGAS MAKALAH

“PERTALIAN KELUARGA RAJA-RAJA JAWA KULON DENGAN KERATON PAKUNGWATI”

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar
Dosen Pengajar : Agus Supriyadi, S.Pd., M.Si.

logo_unswagati__cirebon

Disusun Oleh :

RIA APRIANI (111010148)



FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG DJATI
CIREBON
2012










KATA PENGANTAR


            Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pertalian Keluarga Raja-Raja Jawa Kulon dengan Keraton Pakungwati”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar.
            Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
            Semoga makalah ini memberikan informasi bagi yang membaca dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.


                                                                                          Kuningan,   Januari 2012
 
                                                                                   
                                                                                                      Penulis,









BAB I
PENDAHULUAN


            Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimilikki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Kebudayaan adalah segala hal yang dimilikki oleh manusia yang hanya diperolehnya dengan belajar dan menggunakan akalnya. Manusia dapat berjalan karena kemampuan untuk berjalan itu didorong oleh nalurinya dan terjadi secara alamiah. Tercipta atau terwujudnya suatu kebudayaan adalah sebagai hasil interaksi antara manusia dengan segala isi alam raya ini. Manusia yang telah dilengkapi Tuhan dengan akal dan pikirannya menjadikan mereka khalifah di muka bumi ini dan diberikan kemampuan yang disebutkan oleh Supartono sebagai daya manusia. Manusia memilikki kemampuan daya antara lain akal, intelegensia, intuisi, perasaan, emosi, kemauan, fantasi, dan perilaku.
            Peradaban merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyebutkan bagian-bagian atau unsure kebudayaan yang dianggap halus, indah, dan maju. Konsep peradaban tidak lain adalah perkembangan kebudayaan yang telah mencapai tingkat tertentu yang tercermin dalam tingkat intelektual, keindahan, teknologi, spiritual yang terlihat pada masyarakatnya. Peradaban merupakan tahap-tahap tertentu dari kebudayaan masyarakat tertentu pula, yang dicirikan oleh tingkat ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang telah maju. Suatu masyarakat yang telah mencapai tahapan peradaban tertentu, berarti telah mengalami evolusi kebudayaan yang lama dan bermakna sampai pada tahap tertentu yang diakui tingkat iptek dan unsur-unsur budaya lainnya.
            Hasil penyelusuran silsilah Raja-Raja yang pernah berkuasa di tatar Sunda dan Jawa Barat mengandung indikasi, bahwa Raja-Raja Jawa Kulon pada akhir masa perkembangannya bermuara di Kerajaan Pesisir Laut Utara atau Cirebon. Berdiri dan jatuhnya kerajaan di Jawa Barat saling berganti dan jika tidak berganti pun akan mengalami proses kemunduran yang cukup berarti yang pada akhirnya akan mengalami nasib kehancuran, karena itu ada satu aspek dan strategi yang dilakukan oleh para Raja-Raja Jawa Kulon agar dapat mempertahankan kelestarian Kerajaan dan lestarinya keluarga, yaitu menciptakan perkawinan antar keluarga, sehingga akan Nampak kontinuitas silsilah darah biru/urat kuning atau kaum ningrat yang terus memerintah Jawa Kulon.
            Terkikisnya Raja-Raja di Ujung Kulon, maka munculah Raja-Raja Kaindraan, Medang Djati, Mandala Menir, Sumedang, dan Galuh Pasundan, kemudian Pajajaran, yang secara principal kelanjutan dari Kerajaan yang telah runtuh. Setelah Pajajaran dengan Prabu Siliwangi terdesak, maka misi Kerajaan yang mementingkan trah atau keturunannya sudah mulai menipis dan berganti haluan kepada kepentingan syiar Islam. Putra-putri Prabu Siliwangi yaitu Walangsungsang dan Lara Santang dan Raja Sengara yang pada masanya telah ikut memberikan andil yang cukup besar pada perkembangan dan semaraknya Islam di bumi Jawa Kulon. Penyebaran Islam mulai dilaksanakan secara marathon dan intensif ketika Cirebon dipimpin oleh Syarif Hidayatullah, cucu Prabu Siliwangi. Dari kondisi seperti itu dapat ditarik benang merahnya, bahwa silsilah Raja-Raja di Ujung Kulon, Galuh, dan Pajajaran pada hakekatnya memilikki ikatan trah dengan Cirebon.









 BAB II
PEMBAHASAN


A.    Baluarti Kraton Kasepuhan Cirebon

Pada abad XV (± tahun 1430) Pangeran Cakrabuwana Putra Mahkota Pajajaran membangun Keraton yang kemudian diserahkan kepada putrinya Ratu Ayu Pakungwati, maka Kratonnya dinamai Kraton Pakungwati (hingga sekarang dikenal dengan sebutan Dalem Agung Pakungwati). Ratu Ayu Pakungwati kemudian menikah dengan sepupunya Syach Syarif Hidayatullah (Putra Ratu Mas Larasantang adik Pangeran Cakrabuwana) lebih dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Djati, kemudian Sunan Gunung Djati dinobatkan sebagai Pimpinan atau Kepala Negara di Cirebon dan bersemayam di Kraton Pakungwati. Semenjak itu Cirebon merupakan pusat pengembangan agama Islam di Jawa dengan adanya Wali Songo yang dipimpin oleh Sunan Gunung Djati dan peninggalanpeninggalannya diantaranya Mesjid Agung Sang Cipta Rasa.
Pada abad XVI Sunan Gunung Djati wafat, kemudian Pangeran Emas Moch. Arifin cicit dari Sunan Gunung Djati bertahta menggantikannya. Kemudian pada tahun Candra Sangkala Tunggal Tata Gunaning Wong atau 1451 Saka yaitu tahun 1529 beliau mendirikan Kraton baru di sebelah barat daya Dalem Agung Pakungwati, Kraton ini dinamai Kraton Pakungwati dan beliau pun bergelar Panembuhan Pakungwati I. Kratin Pakungwati mengambil dari nama Ratu Ayu Pakungwati putrid Pangeran Cakrabuwana yang menikah dengan Sunan Gunung Djati, putrid ini cantik rupawan dan berbudi luhur dapat mendampingi suami di bidang pembinaan negara dan agama juga penyayang rakyat.
Pada ± tahun 1549 Mesjid Agung Cipta Rasa kebakaran, Ratu Ayu Pakungwati yang sudah tua itu turut memadamkan api, api dapat dipadamkan namun Ratu Ayu Pakungwati wafat. Semenjak itu nama/sebutan Pakungwati dimulyakan dan diabadilkan oleh nasab Sunan Gunung Djati. Pada ± tahun 1679 didirikan Kraton Kanoman oleh Sultan Anom I (Sultan Badridin) maka semenjak itu Kraton Pakungwati disebut Kraton Kasepuhan hingga sekarang dan Sultannya bergelar Sultan Sepuh. Kasepuhan artinya tempat yang sepuh/tua, jadi antara Kasepuhan dan Kanoman itu awalnya yang tua dan yang muda (kakak beradik). Lokasi bangunan Kraton Kasepuhan membujur dari Utara ke Selatan atau menghadap ke Utara artinya menghadap magnet dunia, arti falsafahnya Sang Raja mengharapkan kekuatan.



B.     Sejarah dan Silsilah Pajajaran dengan Cirebon

1.      Silsilah Walangsungsang Pendiri Cirebon

a.      Pernikahan Pangeran Cakrabuwana dengan Nyai Indang Geulis
Walangsungsang merupakan putra sulungnya Prabu Siliwangi, yang secara geneologis adalah ahli waris tahta Kerajaan Pajajaran, namun beliau lebih cenderung mengikuti hidayah Allah yaitu menganut, memperdalam, dan mensiarkan ajaran Islam, karena itu Pangeran Cakrabuwana lebih suka berpindah-pindah belajar agama Islam dari daerah satu ke daerah lain, yang pada akhirnya menetap di daerah baru di wilayah pesisir yang terkenal dengan sebutan “Dukuh Carbon”.
Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuwana menikah dengan Nyai Indang Geulis putrid dari Reshi Danuwarsih, dari pernikahannya itu mempunyai seorang putrid bernama Nyai Mas Pakungwati yang menikah dengan Syarif Hidayatullah (keponakan Pangeran Cakabuwana sendiri).

b.      Pernikahan Pangeran Cakrabuwana dengan Nyai Retna Riris/Nyai Kancana Larang
Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuwana menikah dengan Nyai Retna Riris, putrid Ki Danusela atau Ki Gedeng Alang-Alang, dari pernikahannya itu mempunyai seorang putra bernama Pangeran Caruban. Pangeran Caruban menikah dengan Nyai Cupluk putrid Ki Gedeng Trusmi, sekarang dijadikan nama Desa Trusmi. Kl 18 Km dari Kraton Kasepuhan Cirebon. Dari pernikahannya itu mempunyai seorang putra bernama Bung Cikal yang setelah dewasa bergelar Pangeran Manggana Jati. Selanjutnya tidak diketahui keturunannya. Pangeran Caruban menikah lagi dengan Nyai Kancana Sari, putrid Pangeran Panjunan, dari pernikahannya itu mempunyai seorang putra bernama Ki Kuwu Carbon Girang, dan selanjutnya data keturunan tidak diketahui karena menyatu dengan rakyat biasa.

c.       Pernikahan Pangeran Cakrabuwana dengan Nyai Retna Rasa jati
Pangeran Cakrabuwana menikah dengan Nyai Retna Rasa Jati, putrid Syeh Jatiswara di Cempa, jika sekarang berada di daerah Provinsi Aceh Sumatera. Dari pernikahannya itu mempunyai 7 putri yaitu : 1) Nyai Lara Sajati, 2) Nyai Jati Merta, 3) Nyai Jemaras, 4) Nyai Mertasinga, 5) Nyai Ceumpa, 6) Nyai Lara Malasih, dan 7) Nyai Laras Konda. Ketujuh putrid Pangeran Cakrabuwana di atas, data keturunannya tidak diketahui, tetapi dengan rakyat biasa dan nama-nama tersebut diabadikan pada nama desa atau tempat seperti Desa Jatimerta, Desa Jemaras, Desa Mertasinga, dan Alas Konda yang kesemuanya itu berada di Kab. Cirebon. Dari bukti-bukti tersebut merupakan satu indikasi bahwa keturunan Pangeran Cakrabuwana tidak diketahui lanjutannya, sehingga oleh orang yang menghormati dan para pengikutnya di abadikan melalui tempat tinggal atau wilayah para pengikutnya itu menetap.


2.      Istri-Istri Syarif Hidayatullah sebagai Penerus Kesultanan Cirebon dan Banten
Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati sampai di Cirebon pada tahun 1470 M. Kedatangan Sunan Gunung Djati di tanah kelahiran ibunya (Lara Santang atau Syarifah Mudaim) bukan semata-mata melepaskan rasa rindu atau sono pada saudara-saudara ibunya, namun lebih dari itu relungan nadi, denyutan hati dan dorongan jiwa untuk mensiarkan Islam terus memacu dan bergelora.

a.      Nyai Babadan
Selang satu tahun dari kedatangannya di tanah Cirebon, ia menikah dengan Nyai Babadan, putrid Ki Gedeng Babadan penguasa asal Galuh, tepatnya tahun 1471 M, namun pernikahannya itu tidak mempunyai keturunan sampai wafat, tepatnya pada tahun 1477 M.

b.      Nyai Kawung Anten
Pada tahun 1475, Syarif Hidayatullah menikah dengan Nyai Kawung Anten, adiknya Bupati Banten, dari pernikahannya itu mempunyai 2 orang anak yaitu Ratu Winaon dan Pangeran Sabakingkin. Ratu Winaon, lahir pada tahun 1477 M dan setelah dewasa menikah dengan Pangeran Atas Angina tau Pangeran Raja Lautan yang disebut juga Pangeran Mohamad Al-Minangkabau, dari pernikahannya itu tidak diperoleh data keturunannya.
Pangeran Sabakingkin atau Sultan Hasanudin lahir pada tahun 1478 M dan setelah dewasa menikah dengan Ratu Ayu Kirana, putrid Raden Patah, Sultan Demak. Setelah Hasanudin berusia 48 tahun, tepatnya pada tahun 1526 M, beliau diangkat menjadi Bupati Banten dan setelah Sunan Gunung Djati wafat, Hasanudin diangkat menjadi panembahan mengandung konsekuensi, bahwa Banten melepaskan diri dari perwalian Cirebon.

c.       Nyai Mas Pakungwati
Nyai Mas Pakungwati adalah putrid tersayangnya Pangeran Cakrabuwana, putrid Pakungwati memilikki kepribadian terpuji, indikasi tentang itu Nampak pada tutur kata, tingkah laku dan perbuatannya yang menunjukkan keteladanan hidup bagi seorang wanita di usia dan zaman pada saat itu. Nyai Mas Pakungwati setelah dewasa menikah dnegan Syarif Hidayatullah (keponakan bapaknya) tahun 1478 M, dari pernikahannya itu tidak mempunyai keturunan.

d.      Putri Ong Tien
Ong Tien adalah putrid Kaisar Yu Wang Lo, ia berasal dari Cina dan menikah dengan Sunan Gunung Djati tahun 1481 M, setelah menikah nama putrid Ong Tien diganti menjadi Ratu Mas Rara Sumanding, dari pernikahannya itu mempunyai putra, tetapi meninggal ketika dilahirkan. Pernikahan atau perjalanan hidup bersama dengan Sunan Gunung Djati dirasa sepi, karena tidak mempunyai anak, atas dasar itu Ratu Mas Rara Sumanding mengangkat anak yaitu putra Ki Gedeng Kemuning penguasa Kuningan yang diberi nama Arya Kemuning dan setelah dewasa diangkat menjadi Adipati Kuningan sebagai perwalian Kasultanan Cirebon. Usia pernikahan Sunan Gunung Djati dengan putrid Ong Tien, berlangsung singkat yaitu 4 tahun lamanya, tahun 1481 M menikah dan pada tahun 1485 M, putri Ong Tien meninggal dunia di Cirebon yang dikebumikan di dalam lingkungan Astana Agung Gunung Djati di Gunung Sembung Cirebon.

e.       Nyai Lara Bagdad (Syarifah Bagdad)
Nyai Lara Bagdad adalah adiknya Syarif Abdurakhman atau Pangeran Panjunan yang memilikki garis keturunan dan ikatan darah dengan Syarif Abdullah (ayah dari Syarif Hidayatullah). Sunan Gunung Djati menikah dengan Nyai Lara Bagdad pada tahun 1485, dari pernikahannya itu mempunyai 2 orang putra yaitu Pangeran Jaya Kelana dan Pangeran Bratakelana, kedua putra Sunan Gunung Djati menjadi anak mantu Raden patah Sunan Demak. Pangeran Jayakelana lahir pada tahun 1486 M dan setelah dewasa menikah dengan Nyai Ratu Pembayun putrid Raden Patah dari Demak, dari pernikahannya itu tidak dikaruniai anak, karena Pangeran Jayakelana wafat dalam usia muda 30 tahun, tepatnya pada tahun 1516 M, kemudian jandanya atau Nyai Ratu Pembayun menikah dengan Fadhillah Khan.
Pangeran Bratakelana atau Pangeran Gung  Anom, lahir pada tahun 1488 (selang dua tahun dengan kakaknya yaitu Pangeran Jayakelana), ketika usianya menginjak 23 tahun, ia menikah dengan Nyai Ratu Nyawa putrid Raden Patah Sultan Demak, namun pada tahun 1513 M atau selang dua tahun setelah menikah, Pangeran Bratakelana wafat, karena dibajak di lautan, dari kejadian ini Pangeran Bratakelana dikenal dengan sebutan Pangeran Sedhang Lautan. Pangeran Bratakelana meninggal dari pernikahannya dengan Ratu Nyawa tidak mempunyai anak, kemudian Nyai Ratu Nyawa menikah lagi dengan PAngeran Adipati Pasarean atau Pangeran Mohamad Arifin, adik Pangeran Bratakelana dari lian ibu atau “turun ranjang” tapi dari ibu yang berbeda.

f.       Nyai Tepasari
Sunan Gunung Djati menikah dengan Nyai Tepasari putrid Ki Gedeng Tepasari asal Majapahit, dari pernikahannya itu mempunyai 2 orang anak yaitu Nyai Ratu Ayu dan Pangeran Mohamad atau Adipati Pasarean. Nyai Ratu Ayu, lahir pada tahun 1493 M, setelah dewasa menikah dengan Pangeran Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor putra Raden Patah Sultan Demak tepatnya pada tahun 1511 dan selang 10 tahun Pangeran PAti Unus wafat tahun 1521 M, dari pernikahannya itu tidak mempunyai anak, kemudian Nyai Ratu Ayu dinikahkan dengan Fadhillah Khan pada tahun 1524 M.
Pangeran Mohamad Arifin atau Adipati Pasarean lahir pada tahun 1495 ketika usianya mencapai 20 tahun, menikah dengan Ratu Nyawa, janda kakaknya yaitu Pangeran Bratakelana, dari pernikahan itu mempunyai 6 anak, yaitu : 1) Pangeran Ksatriyan, 2) Pangeran Losari, 3) Pangeran Sawarga, 4) Pangeran Emas, 5) Pangeran Santana Panjunan, dan 6) Pangeran Waruju.









 BAB III
PENUTUP


Kesimpulan

            Perkawinan antara lima orang anak Sunan Gunung Djati dengan empat orang anak dari Raden Patah Sultan Demak, telah terjadi ikatan yang mendasar, baik secara historis, geologis, cultural, dan religious, karena itu masyarakat Cirebon dengan Demak hingga sekarang memilikki tradisi dan religious yang tidak jauh berbeda. Awal berdirinya Keraton didasarkan pada prinsip pembinaan akhlaq dan aqidah Islam. Perkembangan Cirebon dari sebuah dukuh berkembang menjadi desa sampai berbentuk kerajaan, tidak lepas dari semangat pembinaan pribadi yang bermental muslim yang secara kontinyu dilakukan oleh keturunan Pangeran Cakrabuwana dan Sunan Gunung Djati. Kasultanan Kasepuhan yang sekarang ini telah beralih fungsi dari fungsi Keraton sebagai pusat pemerintahan ke fungsi Keraton sebagai pemeliharaan, perawatan, dan pelestarian nilai-nilai luhur dan tradisi Keraton. Eksistensi itu sejalan dengan UU tentang Cagar Budaya No. 5 tahun 1992. Selain itu, Sultan memilikki misi yang cukup besar, sebagai realisasi memikul tanggung jawab Sunan Gunung Djati dalam rangka syiar Islam.









 DAFTAR PUSTAKA


Ø  Khasan Effendy, Drs., M.Pd., dan Sumanang R. Dipaprana, Drs., Sm.Hk. ; Sunan Gunung Djati Muara Terakhir Keluarga Raja-Raja Jawa Kulon : CV. Indra Prahasta, Bandung

Ø  Diktat Ilmu Sosial Budaya Dasar

Ø  Ir. H. Wosa Karmita Qs, QVO ; Baluarti Kraton Kasepuhan

















1 komentar:

  1. Utk yg pertalian raja raja jawa kulon sumber bukunya pinjam di mana ya?

    BalasHapus